Hasil pemilihan presiden Indonesia belum secara resmi diumunkan siapa yang memenangi kontes lima tahunan ini, menunggu hasil perhitungan manual selesai.
Namun Australia mulai mewaspadai langkah yang bakal diterapkan presiden Indonesia yang terpilih, tulis ABC News Australia, Kamis dini hari (10/7/2014/inilahcom).
Pilpres kali ini dilakukan pada saat sengkarut diplomatik Australia- Indonesia belum surut dan masih ditambah lagi dengan persoalan “orang perahu” yang mencari suaka tapi digiring paksa kembali ke perairan Indonesia. Langkah Australia ini tidak sesuai dengan tata perilaku dan konvensi serta hukum laut Internasional. Indonesia pantas “marah” kepada Australia.
Para pakar mengingatkan, hubungan Indonesia-Australia sepertinya bakal lebih rumit, karena dua calon presiden sekarang dianggap lebih nasionalis dari pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pada Oktober mendatang bakal merampungkan jabatannya, oleh sebab itu Australia mulai sedikit "Panik" jika Indonesia miliki Presiden bersikap tegas.
Profesor Alesius Jemadu, Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pelita Harapan, Jakarta, mengatakan, para pemilih menimbang-nimbang gaya kepemimpinan berbeda dari capres Joko “Jokowi” Widodo dan Prabowo Subianto.
Jokowi dianggap Profesor Jemadu sebagai pemimpin yang mewakili dirinya.
“Sedangkan Prabowo Subianto dalam kampanyenya menekankan kepemimpinan yang kuat, pemimpin bangsa yang kuat. Ada banyak hal yang pantas dibanggakan Indonesia dan karena itulah mengapa Prabowo menekankan pada nuansa nasionalisme dalam kampanyenya mengenai kebijakan luar negeri, “kata Profesor Jemadu.
Associate Professor Greg Fealy dari Australian National University mengatakan, “siapa pun yang menang dalam pilpres 2014, hubungan Australia dengan Indonesia bakal lebih rumit.”
“Saya pikir pemerintah Australia perlu memikirkan kembali pendekatannya terhadap Indonesia. Pemerintah Indonesia di masa depan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mudah memaafkan Australia,” kata Profesor Fealy.
Baik Parbowo maupun Jokowi dianggap Fealy punya agenda yang jauh lebih terang-terangan nasionalis. “Sehingga kemungkinan bakal timbul masalah jika Australia dianggap bertindak secara sepihak atau meremehkan kemauan Indonesia,” tambah Profesor Fealy.
Image : Tony Abbott. ©somethingyousaid.com
0 Response to "Indonesia Punya Presiden Baru, Australia Mulai "Panik""
Post a Comment